Selasa, 25 Mei 2010

Mengembangkan Pendidikan MIPA di Kabupaten Ciamis

Contents

Sains dapat mempunyai beragam arti dan pendekatan. Hal yang sama juga terjadi ketika kita mengidetifikasi fokus utama apa yang akan diajarkan pada pelajaran sains di sekolah. Paling tidak terdapat tiga fokus utama pengajaran sains di sekolah, yaitu dapat berbentuk:


  1. Produk dari sains, yaitu pemberian berbagai pengetahuan ilmiah yang dianggap penting untuk diketahui siswa.
  2. Sains sebagai proses, yang berkonsentrasi pada sains sebagia metoda pemecahan masalah untuk mengembangkan keahlian siswa dalam memecahkan masalah.
  3. Pandangan yang lebih luas tentang sains, seperti dampak sains dan teknologi terhadap masyarakat


Seorang guru sains atau perancang kurikulum akan berpandangan bahwa ketiga komponen tersebut penting ada dalam pengajaran sains untuk mengembangkan pemahanan siswa tentang sains. Walaupun begitu pandangan berapa proporsi yang tepat dari masing-masing pendekatan akan merupakan sesuatu yang dapat diperdebatkan. Apalagi bila hal tersebut secara spesifik akan diajarkan pada tingkatan usia siswa tertentu ataupun dengan beragamnya kemampuan siswa dalam satu kelas, biasanya hanya seorang guru sains di sekolah yang lebih bisa menjawab.


Namun, terdapat pendekatan lain dalam pengajaran sains. Seorang guru dapat memperkaya pemahaman siswa tentang sains melalui berbagai pendekatan lain yaitu: sikap dan nilai ilmiah (termasuk didalamnya rasa ingin tahu tentang alam sekitar); pemahaman sifat alami sains (seperti pengetahuan mengenai proses dimana seorang ilmuwan mengembangkan ide-ide ilmiah baru); dan keterampilan individu dan sosial dari siswa.


Sains Sebagai Produk


Ketika ilmu pengetahuan ilmiah terus berkembang maju yang berisi berbagai penjelasan dan paparan berbagai penyataan yang telah divalidasi oleh para ilmuwan, ternyata hanya sebagaian kecil saja dari hal tersebut yang dapat diajarkan di sekolah. Malahan, hasil dari seleksi ini pun cenderung merupakan berbagai penyederhanaan dari pandangan ilmuwan dalam usaha untuk menjadikan sains lebih mudah dipahami oleh siswa sekolah. Hasil seleksi ini kemudian muncul diantaranya dalam bentuk dokumen kurikulum pengajaran sains sekolah serta silabusnya, buku teks, lembar kerja siswa maupun prosedur percobaan laboratorium.



Materi pelajaran sains yang diberikan di sekolah oleh perancang kurikulum sains biasanya dikenalkan relatif secara berurutan dan berlanjut sebagai persiapan untuk pelajaran di tingkat selanjutnya. Tujuan dari pengajaran sains sebagai produk ini adalah untuk mengembangkan pemahaman konseptual siswa terhadap sains. Isi pelajaran meliputi berbagai fakta, konsep-konsep, prinsip-prinsip, hukum-hukum alam, model-model dan teori-teori yang membentuk pengetahuan formal ilmu pengetahuan. Disamping itu juga terdapat berbagai latihan pemecahan masalah baik secara tertulis maupun percobaan laboratorium yang umumnya mempunyai jawaban tunggal.



Hubungan sesungguhnya dari materi pelajaran sains di sekolah dengan sains yang absah pada saat ini tidaklah selalu sama. Hal ini dikarenakan usia siswa dan latar belakang pengetahuan yang terbatas, sehingga kebanyakan isi buku teks merupakan versi singkat dari pengetahuan sains yang valid di waktu tertentu atau versi terbatas dari pandangan sains mutakhir. Dalam kenyataannya sangat sedikit dari materi sains yang diajarkan di sekolah merupakan versi yang masih berlaku diantara ilmuwan saat ini. Akibatnya sains digunakan sesuai pandangan ilmuwan instrumentalis, atau sebagai model yang membantu secara bertahap perkembangan pemahaman siswa ke arah pandangan ilmiah yang sebenarnya.


Pengajaran sains melalui buku teks juga selalu ditampilkan dalam cabang-cabang sains seperti yang berlaku di universitas, yaitu dipisahkan dalam pelajaran-pelajaran: biologi, kimia dan fisika (yang termasuk didalamnya juga geologi dan astronomi). Pendekatan pengajaran sains melalui buku teks juga memunculkan focus yang bersifat pemindahan pengetahuan dari guru ke siswa dimana berbagai komponen pengetahuan sains tersebut (seperti konsep-konsep, hukum-hukum, teori-teori dsb.) biasanya ditampilkan sebagai kebenaran tunggal. Metoda pengajaran yang digunakan pun cenderung tradisional dimana peran guru sangat dominant. Kalau pun menggunakan metoda laboratorium, prosedur praktikumnya sebatas model ‘resep masak’ yang terstruktur dan berurutan serta bertujuan untuk memperkuat pemahaman siswa akan materi pelajaran yang telah diajarkan.



Sejarah pengajaran sains dunia, khususnya di negara barat yang kemudian berpengaruh ke berbagai negara lain seperti Indonesia, menunjukkan adanya perubahan pola pengajaran sains yang mendasar. Kesuksesan Uni Soviet tahun 1957 lalu dalam meluncurkan satelit pertama buatan manusia ke luar angkasa, membuat kaget Amerika Serikat dan mengakibatkan dipandang perlunya mengubah pendekatan pengajaran sains. Hasilnya adalah kurikulum pengajaran sains dengan pendekatan pada sains sebagai produk yang menerapkan pola yang biasa disebut scientists’ science (ilmu pengetahuan sebagaimana dipahami oleh ilmuwan). Melalui pendekatan ini, dikenal dengan kurikulum sains post-Sputnik, diharapkan siswa sejak awal terbiasa berpikir dan mempunyai pengetahuan seperti halnya ilmuwan.


Berbagai riset tentang pengajaran sains ternyata menunjukkan bahwa sains sebagai produk pada pola post-Sputnik ini mempunyai beberapa kelemahan, diantaranya beban pelajaran yang terlalu padat, tingkat abstraksi yang terlalu tinggi dan rumit bagi rata-rata siswa, serta pola dasar, struktur, urutan pelajaran sains yang bisa jadi memang tidak kondusif membuat siswa dengan mudah mempelajari sains. Sehingga berbagai usulan perbaikan pun dilontarkan baik berupa penyederhanaan materi yang perlu diajari siswa ataupun perubahan struktur pelajaran dengan maksud lebih mendekatkan dengan kehidupan nyata siswa.



Untuk pelajaran biologi sekolah misalnya, American Association for the Advancement of Science yang menerbitkan laporan pada tahun 1993 dengan nama “Benchmarks for Science Literacy” (juga dikenal dengan nama “Project 2061”) menyarankan cukup enam ide utama saja dalam biologi yang perlu dipelajari siswa. Pokok bahasan yang dianggap penting itu adalah: keberagaman mahluk hidup, hereditas, sel, interdependensi antara mahluk hidup, aliran materi dan energi, dan evolusi.



Sedangkan Australian Academy of Sciences membuat riset tentang pengajaran kimia di sekolah yang hasilnya adalah perlunya mengenalkan kimia berdasar fakta-fakta yang mudah dikenali siswa. Hasilnya adalah buku teks, terbit tahun 1984, dengan menyusun materi pelajaran berdasar tema dari teori komposisi alam dari zaman kuno yang berjudul “Elements of Chemistry: Earth, Air, Fire and Water”.


Kedua contoh di atas menunjukkan bahwa isi pelajaran sains sebagai produk pada siswa bisa mengalami pergeseran pendekatan sesuai perkembangan zaman dan riset terbaru, serta apa saja yang perlu diajarkan dan urutanya akan sangat tergantung dari analisis dan perencanaan yang dilakukan oleh guru mata pelajaran sains. Kurikulum yang terakhir diterapkan diIndonesia, disebut dengan KTSP (kurikulum tingkat satuan pelajaran) yang memakai acuan dengan istilah standar kompetensi dan kompetensi dasar lebih memberikan fleksibilitas pada guru dalam hal penyusunan pengajaran sains sebagai produk


Sains Sebagai Proses


Sains sebagai proses mempunyai pendekatan berbeda dengan sains sebagai produk. Fokus utamanya adalah dalam hal upaya sains untuk melakukan pemecahan masalah yang tertentu. Secara umum, hal ini berarti para siswa didorong untuk menggunakan ketrampilan yang dimiliki seperti halnya ketrampilan dan keahlian para ilmuwan dalam memecahkan masalah ilmiah. Berbagai keahlian dan ketrampilan ini sangat bernilai bagi siswa baik untuk memahami pelajaran sains maupun diluar konteks pelajaran.



Pengajaran sains sebagai proses menuntut perubahan metoda mengajar dari pola pengajaran sains sebagai produk. Pengajaran sains buku teks biasanya menggunakan proses pengajaran dalam urutan yang terstruktur secara baik dimana pengetahuan yang direncanakan bisa dipahami dengan baik oleh siswa, namun pengajaran sains sebagai proses menerapkan pola pengajaran guru yang tidak terstruktur. Hal ini tidaklah berarti akan lebih mudah, malahan akan lebih sulit dan membutuhkan kehalian dan ketrampilan mengorganisasi yang baik dari seorang guru sains. Para siswa diharapkan akan terlibat secara individu atau dalam kelompok kecil untuk melakukan rencana mereka sendiri. Pengaturan ada pada siswa, sedangkan guru hanya sebagai fasilitator dan bukannya mengatur.



Tentu saja pengajaran pola ini akan terasa mengancam kewibawaan guru. Ketika seorang guru mengajar dengan pola buku teks, dia menentukan tujuan pembelajaran dan dapat mengetahui secara pasti materi pelajaran yang akan diberikan. Namun, siswa yang diajarkan dengan metoda sains sebagai proses yang melakukan penelitian dan berhadapan dengan masalah nyata akan memunculkan pertanyaan yang tidak akan secara mudah dijawab, dan bisa jadi malah tidak ada jawaban yang dapat diketahui secara pasti.


Sumber:


1. Wikipedia

2. Google

3. http://timolimpiadekotabanjar.blogspot.com/


Jumat, 14 Mei 2010

Pembelajaran MIPA Berbasiskan Budaya

Oleh:

Muhamad Ikhsan

MIPA dikenal sebagai suatu bidang yang harus dipelajari di sekolah. Memang disadari kalau MIPA sangat penting bagi kehidupan sehari-hari. Kemajuan MIPA akan berdampak bagi kemajuan transformasi masyarakat yang juga berhubungan dengan ekonomi dan sosial suatu bangsa.

Namun kenyataannya, belajar MIPA sebagai sesuatu yang membosankan. Bikin pusing karena harus menghapal rumus-rumus yang panjang-panjang sedangkan belum tahu gunanya untuk apa.

Memang, kegiatan pembelajaran MIPA beberapa daerah (bahkan beberapa negara) hanya mengajarkan asumsi-asumsi saja yang akhirnya melahirkan siswa yang tidak memiliki pemahaman dan pengertian tentang manfaat MIPA bagi kehidupannya. Siswa hanya menghapal rumus, istilah-istilah tanpa tahu guna dan aplikasinya di lingkungannya. Ruang belajar pun menjadi sempit karena hanya pada ruang kelas. Siswa dicetak mampu mengukur laju kecepatan pesawat, bahkan mampu memprediksi kapan pesawat tersebut akan jatuh, tapi itu hanya di dalam ruang kelas, karena ketika melihat pesawat, hilang dan lupa semua rumus yang pernah dihapalkannya luar kepala.

Sehingga perlu ada sebuah pembelajaran MIPA berbasis budaya dimana siswa didorong untuk dapat memecahkan masalah yang ada di lingkungan sekitarnya, sebagai titik awal proses penciptaan makna.

Vygotsky (2000) dalam teori konstruktivismenya menjelaskan perlu adanya peran budaya dan masyarakat sebagai pengalaman awal proses belajar. Selanjutnya, Vygotsky juga menjelaskan penciptaan makna hanya akan terjadi melalui negosiasi makna antara siswa dengan guru dan siswa yang lain yang disebut dengan interaksi. Dengan demikian pembelajaran MIPA berdasarkan budaya memerlukan interaksi aktf dari siswa – guru dengan berbagai sumber belajar dalam suatu komunitas budaya.

Akhirnya pembelajaran MIPA berdasarkan budaya mensyaratkan adanya perubahan tradisi pembelajaran yang semula hanya dilakukan dengan satu metode saja yaitu DECAPA (Dengar, Catatat, Hapal) menjadi tradisi mengeksplorasi berbagai sumber belajar dalam suatu komunitas budaya.

Bisa saja misalnya belajar MIPA sambil memasak, atau belajar MIPA dengan menggunakan metode permainan anak-anak, atau mungkin dengan musik. Bergantung dengan konteks dan keberagaman sumber belajar yang ada.

Pertanyaan besar adalah bagaimana proses evaluasi pembelajarannya. Konsep penilaian hasil belajar pembelajaran MIPA berdasarkan budaya adalah multiple representations yang berarti hasil belajar siswa dinilai melalui beragam teknik dan alat ukur, siswa pun mengekspresikan keberhasilannya dalam berbagai bentuk. Misalnya, banyak siswa yang takut menghadapi tes, tetapi sangat baik dalam mengarang atau menulis prosa, atau bahkan dalam menggambar kartun/komik.

Siswa diberi kebebasan dalam mengekspresikan hasil kegiatan belajarnya tersebut. Sebelumnya guru memang harus mengetahui titik awal ketika belajar dan titik akhir belajar (sehingga perlu adanya pre-test dan post-test) setiap siswa per individu.

Sementara itu, upaya siswa menunjukkan keberhasilannya dalam proses penciptaan makna tersebut dapat dilakukan dengan berbagai cara wujud media. Misalnya dengan poster, puisi, lukisan, komik strip, catatan harian, laporan ilmiah penelitian pribadi, ukiran, patung, dan lain-lain.

Penilaian selain dilakukan oleh siswa sendiri (self assessed), juga oleh siswa yang lain (peer) serta guru dengan berdasarkan beberapa kriteria yang ditentukan oleh guru. Misalnya penilaian berdasarkan pemahaman konsep (knowledge aquisition) MIPA, pencapaian dalam keterampilan (nurturant effect) serta penilaian artistik dari tiap karya (artistic assessement). Guru bersama dengan siswa dapat menetapkan kesepakatan dan kriteria yang dapat digunakan untuk menilai ragam perwujutan hasil belajar siswa.

Semoga, belajar MIPA tidak hanya menghapal dengar guru ceramah, catat dan hapal rumus tanpa tahu buat apa rumus itu dipakai.

Kamis, 06 Mei 2010

Gempa bumi

Gempa bumi adalah getaran yang terjadi akibat adanya pergeseran lapisan batuan di dalam bumi. Pusat gempa yang terletak di bawah kerak bumi disebut hiposentrum. Pusat gempa pada titik di permukaan bumi yang terletak tegaklurus di atas hiposentrum disebut episentrum.



Gempa bumi adalah getaran atau guncangan yang terjadi di permukaan bumi. Gempa bumi biasa disebabkan oleh pergerakan kerak bumi (lempeng bumi). Kata gempa bumi juga digunakan untuk menunjukkan daerah asal terjadinya kejadian gempa bumi tersebut. Bumi kita walaupun padat, selalu bergerak, dan gempa bumi terjadi apabila tekanan yang terjadi karena pergerakan itu sudah terlalu besar untuk dapat ditahan.

Tipe gempa bumi

  1. Gempa bumi vulkanik ( Gunung Api ) ; Gempa bumi ini terjadi akibat adanya aktivitas magma, yang biasa terjadi sebelum gunung api meletus. Apabila keaktifannya semakin tinggi maka akan menyebabkan timbulnya ledakan yang juga akan menimbulkan terjadinya gempabumi. Gempa bumi tersebut hanya terasa di sekitar gunung api tersebut.
  2. Gempa bumi tektonik ; Gempa bumi ini disebabkan oleh adanya aktivitas tektonik, yaitu pergeseran lempeng lempeng tektonik secara mendadak yang mempunyai kekuatan dari yang sangat kecil hingga yang sangat besar. Gempabumi ini banyak menimbulkan kerusakan atau bencana alam di bumi, getaran gempa bumi yang kuat mampu menjalar keseluruh bagian bumi. Gempa bumi tektonik disebabkan oleh perlepasan [tenaga] yang terjadi karena pergeseran lempengan plat tektonik seperti layaknya gelang karet ditarik dan dilepaskan dengan tiba-tiba. Tenaga yang dihasilkan oleh tekanan antara batuan dikenal sebagai kecacatan tektonik. Teori dari tectonic plate (lempeng tektonik) menjelaskan bahwa bumi terdiri dari beberapa lapisan batuan, sebagian besar area dari lapisan kerak itu akan hanyut dan mengapung di lapisan seperti salju. Lapisan tersebut begerak perlahan sehingga berpecah-pecah dan bertabrakan satu sama lainnya. Hal inilah yang menyebabkan terjadinya gempa tektonik.

Peta penyebarannya mengikuti pola dan aturan yang khusus dan menyempit, yakni mengikuti pola-pola pertemuan lempeng-lempeng tektonik yang menyusun kerak bumi. Dalam ilmu kebumian (geologi), kerangka teoretis tektonik lempeng merupakan postulat untuk menjelaskan fenomena gempa bumi tektonik yang melanda hampir seluruh kawasan, yang berdekatan dengan batas pertemuan lempeng tektonik. Contoh gempa vulkanik ialah seperti yang terjadi di Yogyakarta, Indonesia pada Sabtu, 27 Mei 2006 dini hari, pukul 05.54 WIB,

  1. Gempa bumi tumbukan ; Gempa bumi ini diakibatkan oleh tumbukan meteor atau asteroid yang jatuh ke bumi, jenis gempa bumi ini jarang terjadi
  2. Gempa bumi runtuhan ; Gempa bumi ini biasanya terjadi pada daerah kapur ataupun pada daerah pertambangan, gempabumi ini jarang terjadi dan bersifat lokal.
  3. Gempa bumi buatan ; Gempa bumi buatan adalah gempa bumi yang disebabkan oleh aktivitas dari manusia, seperti peledakan dinamit, nuklir atau palu yang dipukulkan ke permukaan bumi.

Penyebab terjadinya gempa bumi

Kebanyakan gempa bumi disebabkan dari pelepasan energi yang dihasilkan oleh tekanan yang dilakukan oleh lempengan yang bergerak. Semakin lama tekanan itu kian membesar dan akhirnya mencapai pada keadaan dimana tekanan tersebut tidak dapat ditahan lagi oleh pinggiran lempengan. Pada saat itulah gempa bumi akan terjadi.

Gempa bumi biasanya terjadi di perbatasan lempengan lempengan tersebut. Gempa bumi yang paling parah biasanya terjadi di perbatasan lempengan kompresional dan translasional. Gempa bumi fokus dalam kemungkinan besar terjadi karena materi lapisan litosfer yang terjepit kedalam mengalami transisi fase pada kedalaman lebih dari 600 km.

Beberapa gempa bumi lain juga dapat terjadi karena pergerakan magma di dalam gunung berapi. Gempa bumi seperti itu dapat menjadi gejala akan terjadinya letusan gunung berapi. Beberapa gempa bumi (jarang namun) juga terjadi karena menumpuknya massa air yang sangat besar di balik dam, seperti Dam Karibia di Zambia, Afrika. Sebagian lagi (jarang juga) juga dapat terjadi karena injeksi atau akstraksi cairan dari/ke dalam bumi (contoh. pada beberapa pembangkit listrik tenaga panas bumi dan di Rocky Mountain Arsenal. Terakhir, gempa juga dapat terjadi dari peledakan bahan peledak. Hal ini dapat membuat para ilmuwan memonitor tes rahasia senjata nuklir yang dilakukan pemerintah. Gempa bumi yang disebabkan oleh manusia seperti ini dinamakan juga seismisitas terinduksi




(Wikipedia)